Empang pemancingan yang ada di Pantai Ambalat di Kelurahan Amborawang Laut, Kecamatan Samboja, Kutai Kartanegara (Kukar) mempunyai daya tarik tersendiri bagi para pengunjung. Pemancingan yang ada di tepi laut yang asri menambah pesona suasana memancing dan rekreasi keluarga.
Dengan luas kurang lebih empat hektare, empang milik M Idrus yang juga Lurah Amborang Laut itu siap menjadi arena “strike mania” bagi para penghobi memancing.
Di Pemancingan Ambalat tersebut, juga tersedia sarana pendukung yakni beberapa unit gazebo terletak di pematang empang dengan teduhan pohon cemara yang cukup rindang. Suasana sejuk alami menanti pengunjung. Mereka bisa memancing ditemani deburan ombak pantai yang menghadap Selat Makassar tersebut.
Meski ada ikan bandeng, menurut Idrus, yang menjadi andalan pemancing yakni ikan nila. “Orang-orang lebih suka mancing nila. Kata mereka (pemancing) rasa dagingnya lebih enak,” kata Idrus ditemui di pondok empangnya saat sedang memberi makan ikan-ikannya.
Penasaran dengan apa yang dikatakan pemilik pemancingan, penulis mencoba memancing. Tak berapa lama, umpan pelet ditarik ikan. Ikan tersangkut di mata kail dan memberikan perlawanan lumayan kuat. Padahal bisa saja diangkat langsung, namun penulis masih ingin merasakan sensasi strike nila empang, sehingga reel tak buru-buru digulung.
Akhirnya setelah beberapa menit nila kelelahan sehingga perlawanannya berkurang. Nila hampir satu kilo beratnya itu akhirnya diangkat. Setelah dibersihkan, nila langsung dibakar di atas panggangan sederhana yang tersedia di gazebo, hingga matang.
Memang benar, rasa nila Empang Ambalat berbeda dengan nila di sungai-sungai. Selain dagingya lebih lembut, juga sedikit terasa lebih manis dan gurih, serta tak sedikit pun berasa lumpur atau tanah.
Menurut Idrus, hal tersebut karena nila di empangnya hidup di air payau atau gabungan air tawar dan air asin.
Dia menjelaskan, sebenarnya nila peliharaannya merupakan nila air tawar biasa. Menurut Idrus sebelum dimasukkan ke empang air payau, bibit nilanya disesuaikan terlebih dahulu selama tiga hari, dengan cara sedikit demi sedikit air payau dimasukkan ke dalam bak berisi bibit nila.
“Memang ada yang mati, bibit nila yang hidup sekitar 250 ekor lalu saya masukkan ke empang,” paparnya.
Berawal dari 250 ekor bibit nila tersebut, kini ikan nila di empang pemancingan seluas empat hektare itu, jumlahnya tak terhitung, karena sudah berkembang biak secara alami dan menjadi nila air payau yang berdaging lembut dan tak berbau lumpur.
Sehingga, nila di pemancingan tersebut ukurannya bermacam-macam, dari yang baru menetas hingga indukan dengan berat lebih kurang satu kilogram per ekornya.
Untuk merasakan sensasi memancing nila air payau Pantai Ambalat, M Idrus mengenakan tarif Rp 35 ribu untuk satu kilogram nila yang berhasil didapatkan pemancing.
“Jadi aturannya di sini silahkan pancing di spot-spot yang disukai, lalu hasilnya ditimbang oleh pemancing sendiri,” ujarnya.
Menurut Idrus biasanya, pemancingan miliknya itu ramai pada hari-hari libur. Pengunjung datang dari Balikpapan dan Samarinda. Mereka berlibur, memancing sembari makan-makan dengan keluarga.
sumber : bibitikan.net