Pinrang menjadi salah satu kawasan minapolitan percontohan di Indonesia dalam mengembangkan komoditas udang windu, bandeng dan rumput laut. Sentra minapolitan di Pinrang berada di 3 (tiga) desa di Kecamatan Suppa yaitu desa Lotang Solo, Wiringtasi dan Tasiwalie, yang dikenal sebagai kawasan minapolitan Lowita. Luas tambak udang di Kecamatan Suppa termasuk urutan ke 5 (lima) dari 6 (enam) kecamatan wilayah pesisir di Kabupaten Pinrang, namun dari besarnya hasil produksi tambaknya menjadi nomor satu. Padahal luas tambak di Kecamatan Suppa hanya sekitar 1.595,22 Ha, luasan ini termasuk lebih kecil daripada kecamatan lainnya seperti Cempa, Duampanua dan Lembang. Akan tetapi hasil panen udang windu dan vaname termasuk besar dibandingkan dengan kecamatan lainnya yang areal tambaknya lebih luas.
Selama ini peran stakeholder yang terlibat di kawasan minapolitan Lowita pengembangannya masih bersifat parsial sehingga para pihak tersebut belum memberikan kontribusi optimal untuk mendorong percepatan pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan pendapatan masyarakat di kawasan itu. Kedepannya masih sangat memungkinkan untuk lebih ditingkatkan pengembangannya. Hal ini diungkapkan oleh profesor Hatta Fattah ketua dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar pada pernyataannya pertengahan 2014 yang lalu pada kegiatan Pertemuan Sarasehan yang dikemas menjadi Sinkronisasi Pengelolaan Kawasan Minapolitan dan Industrialisasi Perikanan di Kawasan Lowita yang dibuka oleh Bupati Pinrang Haji Andi Aslam Patonangi di kantor Bupati Pinrang. Namun demikian Profesor Hatta Pattah juga mengakui stakeholder telah berperan penting dalam pengembangan Kabupaten Pinrang khususnya dalam pembangunan sektor Kelautan dan Perikanan. Produksi hasli perikanan di kawasan Lowita masih memiliki peluang untuk dioptimalkan, untuk itu perlu memantapkan perencanaan dan mendorong peningkatan kontribusi para pihak dan pentingnya mengaktualisasikan visi pembangunan daerah dan visi Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pinrang, meningkatkan produktivitas Kawasan Lowita dan meningkatkan nilai tambah potensi unggulan lokal. Salah satu rumusan dari sarasehan tersebut adalah pembentukan Badan Koordinasi Pengelolaan Kawasan Minapolitan (BKPKM) Lowita. Sasaran yang ingin dicapai diantaranya terciptanya kawasan Lowita menjadi kawasan percontohan nasional.
Sejak tahun 2012 ditemukan populasi udang Suppa (Phronime sp) yang berpotensi menggantikan fungsi artemia pada kegiatan pembenihan udang. Jenis mikro crustecea ini berasal dari genus Phronima. Bagi petambak didaerah Wiringtasi Kecamatan Suppa mahluk kecil penghuni dasar tambak itu disebut Were atau Wereng karena tumbuh secara alami dan bersifat endemik pada lokasi tambak tertentu. Semula pembudidaya menyebutnya “were” kosa kata Bahasa Bugis yang bermakna berkah dan rahmat Allah SWT Yang Maha Kuasa bagi mereka yang dikehendaki, sehubungan dengan itu maka Bupati dan Pemerintah Daerah Kabupaten Pinrang telah memberikan dukungan dengan menetapkan phronima suppa sebagai salah satu komoditas unggulan daerah.
Udang budidaya di tambak yang memakan pakan alami endemik lokal tersebut cenderung lebih cepat besar dan sehat karena didalam tubuhnya diduga kaya nutrien yang berperan penting dalam pembentukan sistem immunitas untuk larva, juvenil, induk ikan dan crestacean. Selain itu keberadaan Phronima Suppa dapat memperbaiki mutu air dan substrat dasar tambak dan membentuk immunitas pada tubuh udang dan ikan. Pakan alami Suppa tumbuh endemik di lokasi tambak tertentu, Selain itu pakan alami juga memiliki peran penting dalam perbaikan subsrat dan lingkungan tambak. Pakan alami lokal Suppa ini berpotensi sebagai pengganti artemia salina dimana kebutuhannya sangat tinggi dan masih diimpor dari negara Eropa. Pada tahun 2014 kebutuhan di Provinsi Sulawesi Selatan mencapai 30.000 kaleng atau setara dengan19,5 milyar. Dengan adanyanya pakan alami lokal ini diharapkan dapat mengurangi ketergantungan pada pakan impor. Untuk itulah keberadaan phronima suppa ini sedang dikaji lebih lanjut di Klinik IPTEK Mina Bisnis di Desa Tasiwalie kabupaten Pinrang Sulawesi Selatan. Klinik ini terselenggara berkat dukungan dana penelitian Litabmas Dikti Kemendikbud melalui Skim Penelitian Unggulan Pergururan Tinggi (PUPT) 2012 – 2014.
ditemukan pertama kali pada tahun 2005 setelah terjadi kasus berupa musibah gagal panen di petakan tambak secara luas sejak 1998 yang diakibatkan oleh wabah atau berawal dari kejadian yang tak diharapkan dengan ditemukannya udang mati karena terinfeksi pathogen WSSV dan Vibrio Harvey, yang kemudian ditindaklanjuti oleh pemiik udang budidaya tersebut dengan cara memindahkan seluruh udang peliharaannya pada petakan lainnya, dimana pada petakan penampung itu telah dikembangkan Phronima Suppa, dan hasilnya sungguh diluar dugaan, udang dipetakan tersebut berhasil dipanen sebanyak 150 kg udang/ha/MT dengan sintasan sekitar 50%. Lokasi tambak tersebut terletak pada Kawasan Minapolitan dan Industri Perikanan Pinrang tepatnya di Desa Wiringtasi, Tasiwalie. Kawasan tersebut bersama Lotang Salo (Kawasan Lowita) dan telah ditetapkan sebagai kawasan Minapolitan berdasarkan SK Bupati Pinrang Nomor 523/149/2010.
Pada kegiatan yang dilakukan di Desa Wiringtasi, Tasiwalie dibagi menjadi 2 sampel yaitu pembudidaya udang windu dengan penggunaan phronima suppa sebanyak 9 (sembilan) pembudidaya dan 8 (delapan) orang pembudidaya tanpa pphronima suppa (kondisi terkontrol), dapat disimpulkan bahwa perbaikan tata kelola tambak marjinal ditunjang aplikasi phronima suppa secara berkesinambungan menghasilkan sintasan rata-rata 61,54±10,36 persen dan produksi rata-rata 285,44±88,02 kg/ha/MT udang windu yang lebih tinggi serta lebih menguntungkan secara ekonomi (nilai R/C-rasio sebesar 8,48. Serta Phronima suppa potensial untuk dijadikan produk unggulan nasional sebagai pengganti Artemia salina untuk mendukung peningkatan daya saing produk udang nasional. Untuk itu diperlukan kebijakan nasional dan dukungan sektor swasta dalam pengembangan phronima suppa.
sumber : dpjb.kkp.go.id
sumber : dpjb.kkp.go.id