Petambak udang Vanamei di Desa Gedangan Kecamatan Purwodadi Kabupaten Purworejo kesulitan mendapatkan benur atau anakan. Mereka harus membeli dari penangkar di sejumlah daerah di Jawa Timur, Jawa Barat hingga Lampung. Resiko kematian bibit pun meningkat.
Sekali musim tebar, setiap hektare tambak membutuhkan kurang lebih 600.000 benur Vanamei. Harga seekor benur di pasaran Rp 30, sehingga seluruh petambak di Gedangan mengeluarkan modal Rp 180 juta setiap kali tebar. “Tambak di Gedangan ada kurang lebih sepuluh hektare, artinya butuh enam juta benur. Padahal itu baru kebutuhan satu desa,” kata Yuswandi (42) petambak di Gedangan, kepada KRjogja.com.
Lamanya waktu perjalanan menyebabkan angka kematian udang yang cukup tinggi hingga mencapai sepuluh persen. Menurutnya, tingkat kesehatan yang tidak sama menyebabkan benur stress dan mati.
Kendala itu hampir bisa teratasi ketika pemerintah membangun fasilitas Balai Benih Udang dan Ikan di Desa Jatimalang Purwodadi tahun 2006. Namun harapan itu sirna karena fasilitas itu tidak berfungsi, bahkan belakangan dimanfaatkan untuk budidaya sidat. “Kami siap beli benur dari BBU, jadi tidak perlu jauh ke luar Jawa. Ternyata pemerintah merencanakan untuk budidaya ikan lain,” ungkapnya.
sumber : budidaya-ikan.com