Seiring tingginya permintaan pasar akan hasil perikanan di Indonesia, kebutuhan pakan ikan budidaya pun semakin tinggi pula. Namun sayangnya, industri pakan ikan dalam negri belum sepenuhnya berkembang di Indonesia.
Diakui Direktur Jenderal Perikanan Budidaya, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Slamet Soebjakto, impor pakan ikan masih tinggi, meski sudah ada produsen dalam negeri.
Pakan ikan yang impor kebanyakan adalah untuk benih. Seperti misal untuk benih udang, yang dibutuhkan adalah artenia powder, masih mengimpor. Akan tetapi untuk pembesaran, pakan sudah 95% bisa diproduksi dalam negeri, meski bahan bakunya masih juga impor.
“Tepung ikan ini persoalannya, makanya kita harus mengembangkan bahan baku,” kata dia di Bandung.
Rumput laut jenis ulva, ternyata memiliki kandungan protein yang sangat tinggi, 33%. Inilah yang dikatakan Slamet akan didorong sebagai bahan baku pembuatan pakan ikan.
Kebutuhan pakan yang tinggi menjadikan bisnis pakan menggiurkan. Sebagai ilustrasi, biaya produksi untuk budidaya ikan patin, 80%nya adalah biaya untuk pakan ikan.
Tak Hanya Untuk Pakan
Selain mengembangkan budidaya ulva, pemerintah berencana meningkatkan produksi rumput laut jenis sargasum.
Seperti dikatakan Ketua Asosiasi Rumput Laut Indonesia (ARLI), Safari Azis, medio April 2013 dari 555 jenis rumput laut yang menjadi kekayaan perairan Indonesia, sayangnya baru 3 jenis yang dikembangkan.
Menurut Slamet, hal tersebut dikarenakan belum diketahuinya pasar rumput laut. “Sargasum ini misalnya, ternyata permintaan di China sangat tinggi sebagai bahan baku tekstil. Satu pengusaha kemarin ada yang bilang ke saya butuhnya 20 ribu ton dalam satu tahun,” kata Slamet.
Selain ulva dan sargasum, gracilaria sebagai bahan baku agar-agar juga akan ditingkatkan produksinya dengan budidaya di perairan laut. Pasalnya budidaya gracilaria yang selama ini kebanyakan di tambak masih kurang produktivitasnya.
Hal ini disebabkan, pertumbuhan rumput laut sangat tergantung kadar garam. Pada saat musim hujan, kadar garam di tambah menurun. Namun, jika dikembangkan di perairan laut, produktivitasnya diperkirakan naik, karena kadar garamnya stabil.
Sementara itu, untuk mengembangkan jenis lain, Slamet menuturkan Balitbang KKP tengah melakukan penelitian di 4 balai, yakni di Lombok, Lampung, Ambon, dan Batam.
Rumput laut menjadi salah satu komoditas andalan pemerintah. Pada 2011 produksinya mencapai 5,1 juta ton, atau 147,5% dari target 3,5 juta ton. Sedangkan pada 2012, produksinya mencapai 6,2 juta ton (angka sementara), atau 121,6% dari target 5,1 juta ton.
sumber : bibitikan.net