Banyuwangi mengklaim daerahnya menjadi pengekspor ikan sidat (anguilliformes) terbaik di dunia. Pangsa pasar ikan sidat terbaik dunia ini juga merupakan negara-negara maju.
al ini diungkapkan oleh Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Kelautan dan Perikanan Suseno Sukoyono.
"Ini terbaik di dunia, bukan di Indonesia. Kalau di Jakarta kualitas airnya dalam setiap 25 miligram kandungan bakterinya mencapai 550.000 PPM (bagian per juta), di Banyuwangi ini hanya 10.000 PPM. Jadi orang Banyuwangi sehat-sehat," katanya seperti dilansir Antara di Banyuwangi, Jawa Timur.
Ikan sidat terbaik yang diekspor ke sejumlah negara maju itu diproduksi oleh PT Iroha Sidat Indonesia (ISI) yang beroperasi di wilayah Kalipuro.
Plant Manager PT Iroha Sidat Indonesia (ISI) Trie Djoko Narbuko menjelaskan pihaknya mengekspor ikan sidat ke Jepang, Eropa dan Amerika Serikat sebanyak 120 ton per tahun dengan harga USD 30 per kilogram (Kg).
"Sekitar 90 persen produk kami diekspor dalam bentuk olahan setengah jadi atau berbentuk valet" katanya.
Dia mengungkapkan bahwa permintaan ikan sidat di pasar luar negeri cukup besar, yakni hingga 300.000 ton per tahun. Namun, pihaknya belum bisa memenuhi.
Ditanya mengenai kemungkinan menggandeng masyarakat yang kini ikut membudidayakan ikan tersebut sehingga bisa memenuhi permintaan ekspor, pihaknya belum berani karena standar pembeli di luar negeri sangat sulit dan berat. Akan tetapi, pihaknya siap membantu masyarakat pembudi daya, khususnya untuk penyediaan teknologi.
Sementara untuk operasional perusahaan pembudi daya dan pengolah ikan mirip belut ini, PT ISI memiliki lahan 47 hektar dan baru 40 persen yang berproduksi.
Salah seorang staf PT ISI menjelaskan bahwa ikan sidat adalah jenis ikan air tawar yang hidup di sungai. Namun, saat dewasa dan hendak bertelur, mereka bermigrasi ke laut dalam dan mati setelah bertelur. Anakannya kemudian bergerak ke pinggir menuju sungai untuk berkembang biak.
Sebelumnya, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mengingatkan ikan sidat di ambang kepunahan apabila eksploitasi spesies tersebut berlebihan tanpa mengindahkan kelangsungan hidupnya. Hal ini diperparah dengan tidak dilakukan budidaya ikan sidat yang baik.
"Adanya permintaan pasar ekspor yang tinggi telah memicu aktivitas penangkapan ikan sidat yang tidak terkontrol di berbagai daerah," kata Kepala Pusat Penelitian Oseanografi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Zainal Arifin, dalam seminar internasional Budidaya Ikan Sidat di Asia, di Jakarta.
Menurutnya dalam satu dekade ini, ikan tersebut menjadi lahan basah yang populer di kalangan pengusaha budidaya sidat. Hal ini dikarenakan dagingnya memiliki tekstur dan cita rasa enak serta kandungan nutrisi yang tinggi dibanding ikan lain.
Bahkan, tambahnya, beberapa organ dan jaringan tubuhnya juga disinyalir memiliki kandungan senyawa penting sebagai bahan baku obat, suplemen, maupun kosmetik.
"Namun peningkatan permintaan tidak seimbang dengan populasinya. Eksploitasi yang berlebihan di berbagai kawasan di Indonesia dikhawatirkan akan memicu penurunan populasinya secara drastis," kata Zaenal.
Indonesia, lanjutnya, memiliki keragaman, distribusi dan kelimpahan ikan sidat terbesar di dunia, sehingga permintaan ekspor ke sejumlah negara sangat tinggi serta memiliki nilai jual yang besar.
"Apalagi dengan adanya penurunan stok alamiah spesies ikan sidat di wilayah Asia Timur, membuat Jepang, Korea, Taiwan dan China serta Hongkong berlomba mendapatkan ikan tersebut dari Indonesia," tambahnya.
Dia mengingatkan tidak menutup kemungkinan dalam satu dekade mendatang ikan sidat akan mengalami penurunan populasi alamiah.
sumber : merdeka.com